Friday, May 7, 2010

Trust His Heart

All things work for our good
though sometimes we
can’t see how they could
struggles that break our hearts in two
sometimes blinds us to the truth
Our Father knows what’s best for us
His ways are not our own
So when your pathway grows dim
and you just can’t see Him
Remember you’re never alone

God is too wise to be mistaken
God is too good to be unkind
So when you don’t understand
When you don’t see His plan
When you can’t trace His hand
Trust His heart

He sees the master plan
And He holds our future in His hands
So don’t live as those who have no hope
All our hope is found in Him
We see the present clearly
But He sees the first and the last
And like a tapestry
He’s weaving you and me to someday be just like Him


-Eddie Carswell and Babbie Mason-

Thursday, May 6, 2010

Officium Nobile

"Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile)".... (dikutip dari kode etik Advokat Indonesia).

Rasanya baru saja saya menyelesaikan kelas PKPA alias Pendidikan Khusus Profesi Advokat supaya bisa mendapatkan sehelai sertifikat yang menjadi kunci agar saya bisa mengikuti Ujian Profesi Advokat bulan Desember 2008. Tujuh kali akhir pekan saya habiskan di kelas yang hanya karena kewajiban Undang-Undang saja mau tak mau harus dihadiri. Dengan kata lain, nyaris saya muak dari senin sampai minggu bertemu dengan lulusan-lulusan sekolah hukum, baik yang sudah advokat, dan yang baru mau jadi advokat.

Selesai PKPA, Ujian Profesi Advokat pun menanti. Seperti anak kuliahan, bahan-bahan semester tiga dan empat diulang lagi untuk ujian dalam satu hari. Perdata, Pidana, Kode Etik, Hubungan Industrial, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara. Plus surat kuasa dan surat gugatan untuk essay. Bisa soal arbitrase, tapi rasanya demi mengejar waktu semua orang pasti memilih si surat gugatan. Kalau di luar negeri atau di novel-novel hukum, biasanya ujian ini namanya Bar Exam. Niatan mulia (semua orang) awalnya mencicil semua bahan itu jauh-jauuuuuuuuuh hari, tapi toh faktanya baru kira-kira seminggu sebelumnya bahan ujian dilahap. Ujian Profesi Advokat ini lebih bikin capek dibandingkan maraton ujian kontrak dagang dan ujian pasar modal waktu kuliah dulu. Biasa mengetik dipaksa menulis tangan. Untungnya pemeriksa sukses membaca jawaban essay saya (terbukti akhirnya diluluskan setelah kira-kira 2 bulan kurang menunggu hasil =p). Sekali lagi, selembar sertifikat menjadi bukti kelulusan dari ujian massal ini yang mana ia adalah salah satu persyaratan untuk sakses dilantik sebagai advokat.

Salah satu Organisasi Advokat di Indonesia ini mensyaratkan setidaknya 2 (dua) tahun masa magang di kantor hukum sebagai persyaratan untuk dapat dilantik sebagai advokat, tentunya dengan kelengkapan-kelengkapan dokumen macam-macam (dan ribet). Jadi setelah PKPA selesai, lulus ujian, selesai masa 2 tahun, dan si dokumen macam-macam ini komplit dan benar, plus kehendak Tuhan/hoki (tergantung kepercayaan hehehe), barulah si SH-SH seluruh Indonesia ini bisa diangkat sebagai Advokat. Oh, jangan lupa ada persyaratan umur minimal 25 tahun, maksimum entahlah. Untungnya untuk tahun ini umur semuanya dikatrol jadi saya yang belum 25 pun bisa ikut diangkat menjadi Advokat. Dan terakhir kegigihan menelpon kantor si salah satu organisasi advokat ini untuk cek apakah semua dokumen yang telah mereka terima masih ada atau sudah didaur ulang. Untuk sekedar tahu, telpon mereka jarang diangkat. Jadi perlu juga kegigihan ekstra untuk datang ke kantor (yang wujudnya bak gedung belum jadi) dan sedikit ngotot dengan petugas demi memastikan nama kita dan dokumen lengkap yang sudah dimasukkan tetap ada sampai seluruh daftar nama yang siap diangkat muncul di situs sang organisasi. Percayalah, sistem mereka sungguh buruk!!!

Jangan pikir pengangkatan Advokat berlangsung syahdu bak wisudawan diiringi lagu Gaudeamus Igitur setelah semua 'perjuangan' itu. Saya yang semangat dan siap diangkat merasa cukup kecewa dengan acara pengangkatan ini. Memang tempatnya mewah, di salah satu hotel bintang lima top di Jakarta. Kostumnya lumayan keren walau tak berbentuk, jubah hitam dengan dasi putih. Acaranya? Ngaret, basi, tidak menarik SAMA SEKALI. Pertama, registrasi ulang dengan antrian bak' ngantri sembako dan pelayanan yang lama. Dijadwalkan pukul delapan pagi baru mulai jam sepuluh lewat. Tempat duduk diberi nomor urut seperti anak SD duduk. AC kayanya sih kurang mempan untuk kira-kira 600 orang advokat baru itu. Kemudian Pengurus organisasi membacakan satu per satu nama calon advokat yang akan diangkat hari itu, ada yang pakai gelar SH, SH MH, tapi lama-lama pembaca yang lainnya menyerah dan tinggal sebut nama saja =p. Jadi yang kami lakukan adalah duduk diam karena tidak kenal sebelah-sebelahnya, mesem-mesem bila ada nama yang lucu, dan menunggu kapan selesai dan makan siang. Sebelum dan setelah pembacaan, namanya orang Indonesia pasti tidak afdol kalo tidak ada yang namanya pidato atau sambutan toh? Ada juga perwakilan beberapa advokat yang maju ke depan dan tentu saja dengan pidatonya juga. Setelah itu - saya tidak begitu ingat detailnya saking tidak menariknya acara ini sih- ya selesai. Sepertinya foto-foto lalu makan siang.


Katanya, advokat tuh officium nobile alias profesi yang mulia. Tapi pada saat pengangkatan itu saja saya sudah menemukan setidaknya tiga macam advokat-advokat yang tidak mulia. Pertama, saat mengantri untuk registrasi ulang banyak yang dari antrian paling belakang tiba-tiba sudah nyelonong di depan. Masih untung bila temannya atau kenalannya ada yang memang antri lebih dulu, kalau kondisinya seperti itu kan setidaknya temannya sudah ada usaha. Anggap saja lagi antri di bioskop ketemu temen yang sudah di depan. Yang bikin kesel adalah yang tanpa tedeng aling-aling menyerobot, baik versi pelan-pelan maupun versi slonong boy. Kedua, advokat-advokat yang berlaku seperti anak kampung nonton pertandingan bola yang teriak-teriak saat rekannya terlalu lama memberikan kata sambutan sebagai perwakilan advokat yang baru dilantik (yaaa memang ngebosenin tapi ga' usah begitu-begitu amat sihh). Nah yang Ketiga kelihatan saat makan siang. Betapa tercengangnya saya ketika keluar auditorium dan melihat pemandangan para advokat ini berebutan makanan. Saya tidak mendramatisir. Berebutan makanan! Iya sih udah bayar tapi sekali lagi ga' usah begitu-begitu amat sihhh....Saya yang tadinya tidak mau rugi karena sudah bayar malah mengurungkan niat untuk makan siang di sana. Terlalu brutal.

Pelengkap penderita adalah kami-kami yang baru diangkat ini tidak disumpah karena organisasi-organisasi advokat di Indonesia kebetulan masih pada 'berantem'. Jadinya Mahkamah Agung 'ngambek' dan mengeluarkan semacam titah yang isinya kurang lebih tidak memperbolehkan Pengadilan Tinggi menyumpah advokat-advokat baru sebelum pertikaian ini selesai. Jadi dari sekian banyak cerita diatas, saya dan advokat-advokat yang kemarin April ini dilantik cuma dapat "Tanda Pengenal Sementara Advokat" yang bentuknya sehelai surat yang dicetak di kertas bagus dengan kop surat si organisasi, diteken, dicap. Isinya menerangkan bahwa saya telah mengikuti Proses Sertifikasi Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat dan oleh karenanya diangkat sebagai Advokat. Tapi, Kartu Tanda Pengenal Advokat yang konon kabarnya lebih sakti dari KTP ataupun SIM masih dalam tahap pencetakan. Akhirnya si surat ini akan berfungsi sebagai pengganti dari si Kartu Sakti itu sampai tanggal 30 Juli 2010 (lama juga yaa nyetaknyaaa). Jadi si surat ini ditambah janji manis organisasi bisa dipakai para advokat baru supaya layak beracara di sidang pengadilan walaupun belum disumpah.

Yah, katanya sih begitu. Coba nanti kita lihat bagaimana. Walaupun ribet, bersyukur juga saya menjadi bagian dari profesi mulia ini =)



Tuesday, May 4, 2010

Marah



Pernah marah?


Sering marah-marah?


Mau marah-marah?


Coba tahan dulu...




Banyak orang bilang ketika kamu marah janganlah berkata-kata;

Ada juga yang menyarankan ketika kamu marah, hitunglah sampai 10, 100, 1000 atau berapapun sampai si marah ini mereda;

Saat marah, segala yang buruk-buruk terasa lebih buruk namun yang keliatannya baik malah kabur oleh amarah;

Waktu marah, yang tadinya kawan semua terasa lawan. Jangan tanya bagaimana yang sudah lawan;

Ketika marah orang bisa jadi gelap mata; merasa dibenarkan berbuat sesuatu yang disesali karena alasan 'lagi marah;'

Marah malah bisa membuat orang jadi tidak seperti orang;

Marah-marah bisa juga membuat orang tidak jadi orang lagi;

Pengalaman menceritakan marah bisa ditahan juga dikendalikan;

Benjamin Franklin bertutur bahwa semua yang dimulai dengan rasa marah akan berakhir dengan rasa malu;

Menurut pepatah Arab kuno, kemarahan diawali dengan ketidaksadaran dan diakhiri dengan penyesalan;

Cina juga punya peribahasa yang menyebutkan: jika engkau menahan diri sesaat saja dalam kemarahanmu yang luar biasa, engkau luput seratus hari dari seribu penyesalan;

Mahatma Gandhi turut menyatakan pendapatnya mengenai kemarahan, katanya kemarahan adalah air keras yang akan lebih merusak bejana tempat penyimpanannya daripada benda yang tersiram olehnya;

Namun Aristoteles menyimpulkan dengan manis : "Siapa saja bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah kepada orang yang tepat, dengan derajat kemarahan yang tepat, pada saat yang tepat, untuk tujuan yang tepat, dengan cara yang tepat, ini tidak mudah."

Paulus pernah pula menulis kepada jemaat di Efesus demikian: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa, janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu."

Favorit saya adalah ungkapannya Aristoteles sang filsuf.

Tidak mudah memang.

Marah kepada orang yang tepat;
Marah dengan derajat kemarahan yang tepat;
Marah pada saat yang tepat;
Marah untuk tujuan yang tepat; dan
Marah dengan cara yang tepat.

Ngomong-ngomong, buat saya sih ngalor ngidul begini biasanya memberikan waktu untuk berpikir dan mengurangi amarah =)

Jadi, bisa menghitung, bisa diam, bisa nyanyi, bisa menulis, apapun asal marah jangan bikin sesal yang tidak perlu.

Regards,
MW